BANYAK kandidat yang muncul dan telah mendeklarasikan diri secara personal untuk sebagai calon walikota Tangsel, meskipun putaran politik masih terus berubah. Sedikit sudah bisa ditebak ujungnya, meskipun ini sebatas perkiraan, prediksi atau semacamnya.
Bukan berarti menafikkan figur yang lain, semuanya punya potensi. Membaca gelagatnya bisa jadi pilkada Tangsel tahun depan menjadi pertarungan figur birokrasi di internal pemerintahan Tangsel.
Hampir semua nama yang sudah mendeklarasikan diri dominan dari kalangan birokrat, disusul politisi dan akademisi. Kalangan birokrat yang menguat tak lain adalah Benyamin Davnie, Wakil Walikota Tangsel, dan Muhammad, Sekda.
Figur diluar dua nama yang saya sebutkan tadi, sepertinya masih melakukan pembacaan atau mengukur peluang, lain halnya dengan Ben dan Muhammad, keduanya terlihat sudah turun gunung.
Ben misalnya, hal ini bisa dilihat seringnya Ben terlihat datang bersamaan dengan Airin Airin Rachmi Diany, sang walikota. Padahal sebelum-sebelumnya mereka jarang terlihat bareng di satu tempat, kecuali pada acara-acara kedaerahan. Tapi sekarang, dimana ada Airin disitu ada Ben.
Gelagat itu memicu pertanyaan, apakah Airin menyiapkan Ben? Entahlah atau bisa jadi. Orang awam pasti melihatnya Airin tengah menyiapkan Ben sebagai pelanjut tampuh kepemimpinannya di Tangsel.
Sepertinya Airin sadar, bahwa Ben selama mendampinginya jarang menggarap akar rumput. Ada gunjingan selama dua periode ada Ben mendampingi Airin, Ben hanya mengikuti skema politik Airin, Ben enggan bermanuver. Ini juga yang menyebabkan Ben agak lemah di tataran akar rumput sebagai modal politik.
Maka wajar jika gelagat kebersamaan keduanya belakangan ini diasumsikan oleh publik bahwa Airin tengah merajut Ben dengan jaringan akar rumput yang dimilikinya. Airin kemungkinan sudah membaca, kemungkinan yang terjadi pada pilkada mendatang adanya sentimen kedaerahan yang menguat, dimana “Tangsel harus dipimpin orang Tangsel,” putra daerah.
Diksi “Putra daerah” ini terlanjur melekat pada sosok Muhammad, dan dia sangat diuntungkan. Berbeda dengan Ben, Muhammad lebih memilih untuk “Subuh keliling.” Selain itu, Muhammad gencar mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai bukti dukungan, sekaligus berjaga-jaga jika memang nantinya dia terpaksa bertarung melalui jalur independen. Mengantisipasi jika tidak memeroleh dukungan partai politik. Hemat saya, seandainya pilkada Tangsel menjadi kontestasi Ben dan Muhammad, saya jamin pasti seru.
Penulis: Ulima Yumna Fauziah, mahasiswi semester 7 Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang (Unpam), tinggal di Pamulang.
Foto: detakbanten.com