Digadang-gadangkan maju pada bursa pemilihan gubernur (pilgub) Bengkulu tahun 2020, mantan Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin angkat bicara. Kepada media, Agusrin mengatakan masih belum menentukan sikap. Apakah maju ataupun tidak.
“Selalu saya katakan kan. Saya ini mantan napi, apapun itu saya sadari saya mantan napi. Apa tidak ada yang lain selain saya, apa tidak malu orang Bengkulu dipimpin oleh mantan napi, selalu saya katakan seperti itu,” kata Agusrin.
Meskipun banyak masyarakat yang mendesaknya untuk maju Pilgub dan segera melakukan deklarasi. Agusrin mengaku jika dirinya belum bisa memutuskan. Menurutnya, biarlah waktu yang akan menjawab karena takdir seseorang nantinya semuanya akan ditentukan oleh Allah SWT.
“Mengenai kedepan, ikuti saja. Tidak ada yang perlu sangat dikhawatirkan, tidak ada yang perlu ditakutkan, masih banyak tokoh-tokoh Provinsi Bengkulu yang menurut saya yang pantas dan layak untuk memimpin Bengkulu kedepan. Siapa yang terbaik itu. Kita serahkan sama yang diatas. Saya percaya perjalanan hidup seseorang itu Allah yang menentukan. Apakah saya ikut bertarung disini atau tidak nanti pada waktunya akan kita putuskan, nanti belum sekarang,” imbuh Agusrin.
Terkait pengabdian, ia mengaku, terlepas menjadi bagian dari pemerintahan atau tidak namun ia tetap akan berbuat yang terbaik untuk mendukung pembangunan Provinsi Bengkulu. Ia mengaku tak sungkan untuk berdiskusi dan memberikan masukan dengan gubernur serta stake holder terkait agar Bengkulu menjadi provinsi yang sejajar dengan provinsi lain di Indonesia.
“Saya sering memberikan masukan kepada siapapun gubernur yang sedang memimpin Provinsi Bengkulu. Saya selalu berkomunikasi dengan baik, saya berikan masukan kepada beliau-beliau semua bagaimana mengejar ketertinggalan di Provinsi Bengkulu ini, ” kata Agusrin.
Seperti diketahui, pada Rabu (11/12/2019) lalu, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK yang dipimpin oleh Anwar Usman mengabulkan gugatan terkait batas waktu mantan narapidana untuk maju dalam pemilihan kepala daerah. MK memutuskan mantan narapidana harus memiliki jeda 5 tahun untuk dapat maju dalam pilkada.
Gugatan ini diajukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Perludem. Dalam putusan itu, majelis hakim memastikan perubahan dilakukan terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota.
Revisi pasal itu mendetailkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah. Selain mantan narapidana harus memiliki jeda 5 tahun untuk dapat maju dalam pemilu, mantan napi yang akan maju juga bukan merupakan pelaku tindak pidana berulang. Selain itu, mereka juga harus jujur dan terbuka menyatakan bahwa dirinya adalah mantan napi.