Wacana Legalisasi Ganja untuk Medis Bakal Dibahas DPR

Tanaman Ganja/Net

WARTA INDONESIA – Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP ArsulSani menyatakan wacana legalisasi ganja untuk medis akan dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan mengundang para dokter dan ahli farmasi.

Pembahasan dijadwalkan pertengahan Agustus mendatang, usai reses anggota dewan.

“Setelah 17 Agustus kita akan memulai pembahasan itu. Sambil tentu pembahasan itu dibarengi dengan melakukan RDPU dulu dengan para dokter, ahli farmasi,” kata dia kepada wartawan, Rabu (20/7).

Arsul mengatakan hal itu merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru saja menolak uji formil pasal 6 dan 8 ayat 1 tentang penggunaan ganja untuk medis.

Menurut Arsul, meski uji materi tersebut telah ditolak, MK menyebut aturan soal penggunaan ganja untuk medis merupakan aturan yang bisa ditinjau ulang. Sebagai anggota fraksi PPP di DPR, dia mengaku mendorong agar UU merelaksasi penggunaan ganja untuk medis.

“Ya di bunyi pasal 8 ayat 1 kalau pembentuk UU sepakat memutuskan ya boleh diubah. Kalau saya, bicara sebagai fraksi PPP memang ingin merelaksasi itu,” katanya.

Namun begitu, dia menegaskan relaksasi ganja hanya akan digunakan untuk keperluan medis dan disertai aturan ketat.

Arsul mengaku pihaknya juga telah mengantongi data ilmiah soal penggunaan ganja hasil kunjungan kerja ke Portugal. Di beberapa negara Eropa, katanya, pemberantasan narkotika fokus pada pengedar, alih-alih ke pengguna.

Menurut dia, pengguna hanya diwajibkan menjalani rehabilitasi meski telah lebih dari sekali terbukti. Arsul menyebut kondisi itu kontras dengan di Indonesia, di mana penghuni lapas sebagian besar dihuni oleh pemakai.

“Jadi yang diurusi polisi di sana itu adalah pengedarnya. Ini kan agak anomali dengan keadaan di kita. Kalau kita lihat di Lapas itu mayoritas penghuni kasus narkotika itu justru kategori pengguna. Itu hasilnya kita lihat,” kata dia.

Terpisah, Direktur Eksekutit Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan putusan MK yang menolak gugatan untuk ganja medis itu mengecewakan.

Berdasar putusan itu, menurut Erasmus, kini pemerintah yang harus bergerak untuk melakukan penelitian terkait manfaat ganja medis.

“Kecewa dan kaget dengan semua bukti dan ahli yang kita ajukan ke ruang sidang. Sekarang bolanya di pemerintah,” kata Erasmus kepada wartawan, Rabu (20/7).

Ia mengungkap putusan MK itu sebenarnya sulit diterima sebab pelarangan terhadap ganja medis dilakukan tanpa penelitian, sementara untuk membuka larangan, MK mengklaim tidak ada penelitian komprehensif terkait hal itu.

“Tapi ada yang menarik [dari putusan MK], karena MK mengakui penting riset, sesuatu yang pemerintah belum lakukan. Jadi agak aneh, pelarangan dibuat tanpa riset, tapi untuk membuka pelarangan itu, kita harus riset,” paparnya.

Erasmus pun menyebut saat ini langkah yang bisa dilakukan masyarakat hanya menunggu inisiatif dari pemerintah untuk menjalankan putusan MK.

Exit mobile version