Banjir dan kemacetan merupakan dua masalah klasik yang ada di Jakarta. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi dua persoalan tersebut. Untuk banjir misalnya, pemerintah sedang membangun dua bendungan di daerah Bogor sebagai salah satu kota penyangga Jakarta.
“Banjir ini kita masih dalam proses kan membangun bendungan yang namanya Sukamahi dan ada dua di atas, di Bogor, Ciawi dan Sukamahi. Selesai kira-kira akhir tahun depan. Insyaallah akhir tahun depan akan selesai,” kata Presiden Joko Widodo saat berbincang dengan wartawan di Borneo C Ballroom, Hotel Novotel, Kota Balikpapan, Rabu, 18 Desember 2019.
Presiden Jokowi yakin jika kedua bendungan tersebut telah selesai, banjir di Jakarta akan bisa lebih dikendalikan. Namun, Presiden juga mengingatkan bahwa banyak upaya lain yang harus dilakukan untuk mengatasi banjir di Jakarta, antara lain pembersihan got dan pelebaran sungai.
“Tetapi juga sangat tergantung sekali yang namanya banjir di Jakarta itu adalah pembersihan got. Kemudian juga pelebaran dari sungai Ciliwung yang sampai di Jakarta sudah menyempit. Yang ketiga manajemen pengelolaan pintu-pintu air yang ada, termasuk di dalamnya adalah pengerukan waduk-waduk yang ada di Jakarta, waduk Pluit dan lain-lainnya,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk mengatasi persoalan kemacetan, pemerintah juga terus berupaya untuk menciptakan transportasi massal yang terintegrasi. Misalnya, Moda Raya Terpadu (MRT) tahap I yang telah selesai dikerjakan, dan Lintas Rel Terpadu (LRT) yang ditargetkan selesai pada akhir tahun 2021.
“Itu akan sangat mengurangi macet. Dan tentu saja mengintegrasikan dari moda transportasi yang ada, LRT gabungin nanti dengan MRT, dengan TransJakarta, dengan commuter kita, dengan kereta bandara, nanti mungkin dengan kereta cepat, berarti ada 6, diintegrasikan semuanya. Itu juga akan sangat-sangat mengurangi kemacetan di Jakarta,” jelasnya.
Meski demikian, Presiden menggarisbawahi bahwa jika ibu kota negara tidak dipindahkan dari Jakarta, maka persoalan tersebut akan sulit untuk diselesaikan. Hal tersebut dikarenakan Jakarta merupakan pusat segala aktivitas kantor dan bisnis.
“Tapi sekali lagi, kalau tidak pindah ibu kota ya memang tetap akan sulit karena semua orang ingin meniti karir di Jakarta, ingin bisnis di Jakarta. Semuanya mikirnya di seluruh Tanah Air kan ke Jakarta semuanya atau ke Jawa sehingga yang terjadi adalah kepadatan penduduk yang semakin tambah semakin hari,” ungkapnya.
“Sudah bolak balik saya sampaikan 56 persen penduduk kita itu ada di Jawa, khususnya Jakarta dan sekitarnya. PDB ekonomi kita juga sama 58 persen ada di Jawa, khususnya di Jakarta. Sehingga perlu pemerataan ekonomi. Kira-kira itu,” tambahnya.