Pesan Presiden Jokowi kepada Peneliti Muda Indonesia di Korea Selatan: Bangun Tanah Air

Presiden Joko Widodo pada hari ini, Senin, 25 November 2019, bertemu dengan sejumlah peneliti dan ilmuwan asal Indonesia yang berada di Korea Selatan. Dalam pertemuan yang digelar di Hotel Lotte, Busan, tersebut, Presiden Jokowi berpesan, salah satunya agar para ilmuwan tidak lupa untuk kembali dan membangun Tanah Air.

“Sekarang di sini dulu enggak apa-apa, melihat, mengamati, kemudian pada titik tertentu memang nantinya semuanya harus kembali membangun negara kita,” kata Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama sekitar 45 menit tersebut, para ilmuwan menyampaikan gagasan-gagasan terkait riset dan inovasi kepada Presiden. Gagasan tersebut dirumuskan dalam judul “Korea Selatan sebagai Inspirasi Percepatan Kemajuan Riset dan Inovasi di Indonesia” dan “Strategi Riset dan Inovasi Menuju Indonesia Emas 2045”.

Gregorius Rionugroho Harvianto, salah seorang ilmuwan yang hadir mengatakan, gagasan-gagasan tersebut bersumber dari pengalaman ia dan rekan-rekannya selama menjalani riset di Korea Selatan. Rio, sapaan akrabnya, hadir bersama 21 orang peneliti dan ilmuwan lainnya yang memiliki beragam latar belakang pendidikan, mulai dari teknik kimia, arsitektur, sistem informasi, mitigasi bencana, hingga kesehatan.

“Gagasan bagaimana menggunakan anggaran riset lebih efektif dan efisien untuk strategi riset inovasi kita, yang kita kasih judul ‘Strategi Riset dan Inovasi Menuju Indonesia Emas 2045’. Jadi kami melihat ini sebuah visi jangka panjang, bukan hanya 5 tahun ke depan,” kata Rio.

Setidaknya ada tiga gagasan yang disampaikannya di hadapan Presiden Jokowi, yaitu pertama usulan pembentukan Universitas Riset Indonesia. Di Korea Selatan, kata Rio, ada University of Science & Technology (UST) yang berfokus merekrut lulusan S-1 untuk kemudian ditempatkan di lembaga-lembaga riset.

“Indonesia butuh Universitas Riset Indonesia karena kita butuh menambah jumlah peneliti Indonesia dalam waktu relatif singkat. UST menghasilkan lulusan dengan impact factor yang besar, tiap lulusan menghasilkan 2 paten dan 2 paper. Dana LPDP cukup besar, justru lebih baik dananya diputar di dalam negeri, untuk riset di dalam negerinya dibandingkan ke luar negeri,” jelas Rio.

Selain itu, ia juga mengusulkan perlunya percepatan riset dan inovasi di industri, bukan hanya di lingkungan kampus. Ketiga, ia mengusulkan revolusi konsep triple helix untuk sumber daya manusia Indonesia yang unggul.

Presiden Joko Widodo pun menanggapi usulan-usulan tersebut dengan baik. Menurutnya, apa yang disampaikan para peneliti tersebut merupakan masukan-masukan segar yang bisa menginspirasi pemerintah dalam mengembangkan rumah besar riset Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional.

“Ini memang baru awal karena memang mimpi kita semua yang namanya balai penelitian, lembaga-lembaga penelitian dan riset kita, semuanya masuk ke dalam rumah besar itu. Karena sekarang kan berdiri sendiri-sendiri,” kata Presiden.

Meskipun anggaran riset Indonesia belum sebanyak Korea Selatan yang mencapai 4,62 persen dari GDP-nya, tapi menurut Kepala Negara, anggaran riset Indonesia sudah banyak secara nominal. Anggaran tersebut tersebar di beberapa kementerian dan lembaga.

“Saya lihat kementerian ada Rp800 miliar, ada Rp700 miliar, setelah saya gabungkan semuanya angkanya itu Rp26 triliun. Menurut saya itu angka gede banget, meskipun belum segede 4,62% dari GDP,” jelasnya.

“Tapi kalau yang Rp26 triliun ini sudah benar, jalannya sudah benar, hasilnya juga ada, yang saya tagih hasilnya. Kalau benar sudah berhasil, sudah bagus, dan betul-betul bermanfaat untuk rakyat, untuk industri, untuk desa, untuk petani, nelayan, ya baru.. Kita memang belum masuk ke sana,” tambahnya.

(WI)
Exit mobile version