Pencegahan Cyberbullying pada Siswa

Wartaindonesia.co.id – Internet masih sangat menunjang kegiatan belajar, terutama di masa pandemi.  Namun di sisi lain, penggunaan internet bagi anak usia sekolah adalah fenomena perundungan di dunia maya (cyberbullying) yang kian marak.

Merujuk hasil penelitian Center For Digital Society (CfDS),  Teenager-Related Cyberbullying Case In Indonesia, per Agustus 2021, yang dilakukan kepada 3.077 siswa SMP dan SMA usia 13-18 tahun, menyebutkan sebanyak 1.895 siswa (45,35%) mengaku pernah menjadi korban cyberbullying, sementara 1182 siswa (38,41%) lainnya menjadi pelaku.

Cyberbullying platform sosial media yang jamak digunakan WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Adapun perilaku Cyberbullying yang paling sering dilakukan adalah kekerasan siber (harassment), pencemaran nama baik (denigration), serta pengucilan (exclusion).

Menurut UNICEF, cyberbullying akan mempengaruhi tiga aspek, yakni mental, emosional, dan fisik. Secara mental, siswa yang mengalami cyberbullying akan merasa kesal, malu, bodoh, bahkan marah. Dari aspek emosional, korban cyberbullying akan kehilangan minat pada hal-hal yang disukai. Untuk aspek fisik, dampak yang paling dirasakan korban cyberbullying adalah lelah (kurang tidur), sakit perut, dan sakit kepala. Dalam kasus yang ekstrim, cyberbullying bahkan bisa memicu seseorang menjadi depresi hingga melakukan bunuh diri.

Berangkat dari fakta itu, KGSB (Komunitas Guru Satkaara Berbagi) menggelar Webinar bertajuk “Mencegah Tindakan Cyberbullying pada Siswa”, Sabtu (23/7), yang diikuti oleh para tenaga pendidik anggota KGSB.

Dalam webinar ini, KGSB dan RGBK menggandeng Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera untuk menggali masalah cyberbullying dari perspektif yang berbeda. Kepedulian KGSB terhadap perlindungan siswa dari cyberbullying ini juga sejalan dengan tema penyelenggaraan Hari Anak Nasional, 23 Juli 2022 yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju.”

Dituturkan Founder KGSB Ruth Andriani, cyberbullying merupakan sisi lain dari internet yang melewati batas. Oleh karena itu, fenomena ini perlu disikapi oleh semua pihak dengan baik, terlebih guru dan tenaga pendidik sebagai support system siswa.

“Webinar membahas dari sisi hukum dan bagaimana berperilaku bijak dalam berinternet sebagai upaya preventif dari cyberbullying pada siswa. Semoga melalui pembekalan ini para guru dapat lebih memahami dan memberikan respon yang tepat terhadap tindak cyberbullying di lingkungan sekolah. Mari kita bersama -sama berperan aktif dalam memutus mata rantai perundungan dan menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari perudungan dalam bentuk apapun,” papar Ruth.

Founder Rumah Guru BK Ana Susanti menambahkan, seiring perkembangan zaman, cyberbullying merupakan perkembangan dari traditional bullying. “Bedanya pada cyberbullying terjadi di mana saja, kapan saja, pelaku anonim, dan lebih sulit teridentifikasi. Namun,  semua anak yang terpapar cyberbullying dapat menderita, baik itu korban, pelaku, dan orang yang menyaksikan,” ujar Ana.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia Zulfadly Syam dalam paparannya, menerangkan, ada enam hal yang menjadi penyebab maraknya cyberbullying, yakni moral sebatas offline, buta perlindungan data pribadi, internet hanya ranah hiburan, community development rendah, law enforcement, dan eksploitasi simbol.

“Untuk itu, ia menitikberatkan sosialisasi etika berinternet dan bersosial media dengan bijak.  Perlunya sekolah meningkatkan literasi mengenai cyberbullying dan mengarahkan anak-anak memanfaatkan internet untuk hal yang produktif dan positif, karena kita tidak bisa menahan laju perkembangan teknologi yang cepat dan massif,” pungkasnya.

Exit mobile version