WARTA INDONESIA – Lembaga pengawas layanan publik Ombudsman RI mengungkapkan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak pernah terjadi Indonesia pada 2015 lalu. Namun, saat itu pemerintah menutupinya dari publik.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan penyebaran PMK pada 2015 dapat dikendalikan secara cepat dengan menerapkan vaksinasi masal serta pengendalian lalu lintas ternak.
“PMK kembali masuk ke Indonesia di 2015. Namun informasi ini tidak disampaikan ke publik, atau ditutup-tutupi oleh pemerintah saat itu,” ujar Yeka dalam konferensi pers, Kamis (14/7).
“Meskipun demikian, terdapat hal positif yang bisa diambil pelajaran oleh kita semua atas penanggulangan PMK saat itu yaitu pemerintah berhasil memberantas PMK,” lanjutnya.
Sebelum 2015, PMK pertama kali masuk ke Indonesia pada 1887 melalui importasi sapi perah dari Belanda. Dengan berbagai upaya, Indonesia kemudian dinyatakan bebas PMK oleh World Organization for Animal Health pada 1990.
Saat ini, Indonesia kembali dilanda wabah PMK. Ombudsman memperkirakan potensi kerugian yang dialami oleh peternak sapi sekitar Rp788,81 miliar hingga saat ini.
Angka tersebut belum termasuk kerugian yang diderita oleh para peternak sapi perah yang produk susu sapinya menurun drastis akibat PMK.
Selain itu, Ombudsman juga menilai adanya kejanggalan dalam penetapan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No. 517 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Kepmentan No. 510 Tahun 2022 tentang Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan PMK.
Pasalnya, bleid tersebut ditetapkan pada Juli 2022. Sementara pembelian vaksin sudah dilakukan pada pertengahan Mei 2022.
“Ombudsman menemukan kejanggalan yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara dan masyarakat karena pembelian vaksin oleh pemerintah dilakukan pada pertengahan Mei, sebelum penetapan vaksinnya yang baru ditetapkan pada 7 Juli 2022,” ujar Yeka.
Ombudsman juga menilai bahwa penetapan Kepmentan itu sangat lambat. Bled tersebut dinilai seharusnya paling lambat ditetapkan pada 23 Juni 2022.
Sebelumnya, Ombudsman juga menduga ada kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Pejabat Otoritas Veteriner dan kepala daerah dalam pengendalian PMK.
Hal itu dikarenakan penanganan PMK yang tidak sesuai dengan tahapan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.