Yogyakarta (16/12) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyatakan perempuan memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam mendukung kemajuan Indonesia. Perempuan, menurutnya, adalah penggerak perubahan yang mampu memberikan kontribusi besar di setiap sektor, baik di ruang domestik, publik, maupun politik.
“Perempuan adalah penggerak perubahan yang luar biasa. Dari ruang domestik, publik, hingga politik, perempuan telah membuktikan bahwa potensi mereka tidak terbatas. Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa perempuan memiliki peluang untuk berkembang dan berkontribusi. Dengan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat, kita bisa menciptakan ekosistem yang mendukung pemberdayaan perempuan secara menyeluruh,” ujar Menteri PPPA dalam acara seminar dan bedah buku bertajuk “Jejak Peradaban: Perempuan di Ruang Domestik, Publik, dan Politik”, pada Sabtu (14/12).
Menteri PPPA juga menekankan pentingnya peran perempuan dalam kehidupan masyarakat. Menurutnya, meskipun budaya patriarkal masih mendominasi, upaya-upaya struktural yang dilakukan pemerintah perlahan mulai menggeser pandangan tersebut.
Namun, Menteri PPPA juga mengakui masih adanya tantangan besar, terutama dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di dunia politik. “Berdasarkan data BPS, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) masih menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Namun, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatatkan angka IKG terendah di Indonesia pada tahun 2023 dengan angka 0,142. Hanya ada 14 provinsi di Indonesia yang memiliki angka IKG di atas rata-rata nasional. Ini menunjukkan bahwa masih banyak sektor yang perlu diperbaiki, salah satunya dalam sektor politik, keterwakilan perempuan di DPD RI baru mencapai 35%, sementara di DPR RI dan DPRD, perjuangan masih berlanjut untuk memastikan perempuan bisa lolos dan diakui dalam partai politik,” kata Menteri PPPA.
Oleh karena itu, Menteri PPPA menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, partai politik, dan masyarakat dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Program-program yang mendukung pemberdayaan perempuan, seperti pendidikan politik untuk perempuan dan peningkatan kepemimpinan dari tingkat akar rumput, harus diperkuat agar perempuan memiliki akses yang lebih besar dalam pengambilan keputusan.
Lebih lanjut, Menteri PPPA memberikan apresiasi kepada Keraton Yogyakarta Hadiningrat atas pelaksanaan seminar nasional dan bedah buku ini, termasuk pameran Parama Iswari. Menurutnya seluruh rangkaian acara tersebut, menunjukan bahwa Keraton Yogyakarta Hadiningrat mempunyai budaya luhur dan memiliki tempat istimewa dalam sejarah Bangsa Indonesia serta memiliki komitmen dalam memperjuangkan kepentingan perempuan.
“Ini bukti nyata bahwa Keraton Yogyakarta memiliki tempat yang istimewa dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Tidak hanya menjaga nilai-nilai budaya, tetapi juga aktif memperjuangkan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan. Komitmen yang ditunjukkan oleh Keraton Yogyakarta dapat menjadi potensi besar dalam pengembangan kebijakan di Kemen PPPA, khususnya dalam merumuskan kebijakan yang pro-perempuan dan memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak. Semoga kegiatan ini dapat memicu kemajuan diskusi tentang pemberdayaan perempuan, yang akan membawa peran perempuan Indonesia semakin berarti di masa depan, Dengan kesadaran dan kerja sama yang baik, diharapkan perempuan dapat berdaya dan terlindungi, menuju Indonesia Emas 2045.” pungkas Menteri PPPA.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, menyoroti pentingnya berbagai regulasi yang mendukung hak perempuan. Hemas juga mengenang peran perempuan-perempuan kuat dalam sejarah Yogyakarta, termasuk peran para ratu dan perempuan dalam keraton yang turut berkontribusi dalam tatanan sosial dan budaya.
“Setiap dimensi yang dihadapi perempuan menghadirkan tantangan dan kesempatan. Namun, perempuan harus terus berjuang untuk memastikan hak-haknya terpenuhi, dan peran-perannya dalam keluarga, masyarakat, dan negara diakui dengan baik,” ujar GKR Hemas.
Gusti Kanjeng Ratu Bendara (GKR Bendara) yang turut hadir juga menegaskan bahwa perempuan bukanlah objek budaya, melainkan bagian integral dari perkembangan kebudayaan itu sendiri. Ia menyampaikan perempuan harus dihargai bukan hanya sebagai simbol keindahan, melainkan juga sebagai agen perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan, termasuk politik dan sosial.
GKR Bendara berharap diskusi seputar peran perempuan dalam masyarakat dapat menghasilkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana perempuan dapat berperan aktif dalam bidang domestik, publik, dan politik. Ia juga menekankan pentingnya kesetaraan gender dan dorongan untuk memberikan ruang bagi perempuan untuk menentukan definisi dan perannya dalam masyarakat.
“Seminar ini adalah wadah untuk kembali membahas konstruksi sosial yang membentuk pemahaman kita tentang perempuan. Semoga hasil dari diskusi ini dapat memberi pengaruh positif bagi perubahan dalam kehidupan sosial dan budaya kita,” pungkas GKR Bendara.
Setelah menghadiri acara seminar dan bedah buku, Menteri PPPA melanjutkan kunjungannya ke Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga untuk bertemu dengan para alumni. Kegiatan tersebut menjadi momentum untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Usai pertemuan di UIN Sunan Kalijaga, Menteri PPPA juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Omah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).