WARTA INDONESIA – Pengaturan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi agar tepat sasaran dinilai mendesak untuk segera dilakukan. Pasalnya, kuota BBM bersubsidi jenis pertalite tahun ini diprediksi akan habis dikonsumsi pada September jika tak ada perubahan kuota.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, habisnya kuota BBM bersubsidi, terutama pertalite sangat mungkin terjadi. Pasalnya, konsumsi Pertalite tahun ini meningkat tajam seiring hilangnya premium dari pasaran.
Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kata dia, kebutuhan normal pertalite ada di kisaran 28-30 juta kiloliter (KL). Hal itu mengacu pada konsumsi pertalite sebelum premium dihapuskan yang mencapai 22 juta KL, ditambah konsumsi premium yang status konsumsi terakhirnya ada di kisaran 6-8 juta KL.
“Jadi wajar kalau (kuota) 23 juta Kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022. Karena itu, menjadi sangat penting agar pengaturan tepat sasaran segera dilaksanakan,” kata Komaidi di Jakarta, Selasa (2/8).
Jika memang pengaturan tepat sasaran tersebut tidak dilakukan, lanjut dia, maka pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan kuota BBM.
Namun menurutnya hal itu tidak mudah lantaran masih harus mendapat persetujuan berbagai pihak, terutama parlemen. “Kalau tidak mau ada pengaturan, sederhana saja, pemerintah harus tambah kuota. Tapi saya kira kondisinya tidak mudah,” ujarnya.
Menurut dia, apa yang sudah dilakukan Pertamina selama ini dengan aplikasi MyPertamina secara paralel adalah upaya maksimal perusahaan agar kuota 23 juta KL tidak terlampaui. Namun, menurutnya tetap sulit karena kuota normalnya perlu kuota pertalite di kisaran 28-30 juta KL per tahun. “Makanya, bolanya sekarang ada pada pemerintah,” tandasnya.
Komaidi menilai, saat ini bola panas ada di pemerintah. BBM subsidi menurutnya bisa saja diperuntukkan hanya bagi kendaraan roda dua atau kendaraan berpelat kuning. Namun, imbuh dia, pelaksanaannya di lapangan tidak akan mudah.
“Kalau mau sederhana bisa saja misalnya hanya roda dua dan pelat kuning yang disubsidi. Tapi tentu secara teknis tidak mudah, karena dari perspektif pemerintah ada hal-hal lain yang perlu diperhitungkan. Jadi memang diperlukan kesadaran dari semua pihak, terutama dari mereka yang sudah berdaya beli,” tegasnya.
Sementara, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Parded kepada media mengatakan bahwa habisnya kuota berpotensi mengakibatkan kelangkaan BBM, khususnya pertalite. Sistem kuota, kata dia, memang cenderung tidak efektif karena mengakibatkan kelangkaan di berbagai tempat dan memiliki potensi kebocoran yang besar.
“Upaya Pertamina menggunakan aplikasi digital jadi jalan untuk menyeleksi siapa-siapa saja yang berhak menerima BBM subsidi.
Tinggal impelementasi penggunaan aplikasi tersebut yang kini harus bisa disiapkan dan dieksekusi dengan baik,” cetusnya.
Menurut Josua, akselerasi penerapan pengaturan melalui aplikasi dapat mengatasi kelemahan sistem, kuota karena dapat secara tepat mengatur jumlah konsumsi bagi masing-masing konsumen.
“Tidak seperti kuota yang cenderung masyarakat mampu dapat membeli Pertalite lebih banyak karena memiliki daya beli yang lebih besar,” tuturnya.