Pemerintah meyakini prospek industri fesyen dan kriya lokal memiliki potensi yang cerah di masa mendatang, sesuai dengan pandangan para pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) di sektor tersebut terhadap iklim usaha saat ini. Melihat perannya yang sangat strategis dalam perekonomian Indonesia, Kementerian Perindustrian mengambil langkah penting untuk mendukung transformasi sektor industri berbasis kreativitas.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, dalam rangka mewujudkan optimisme pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM) sektor fesyen dan kriya, Kemenperin menjalankan berbagai program kegiatan pengembangan IKM fesyen dan kriya melalui Bali Creative Industry Center (BCIC) yang kini menjadi Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya (BPIFK).
Menperin berharap BPIFK dapat menjadi katalisator sekaligus akselerator dalam pengembangan IKM fesyen dan kriya secara nasional. “Sehingga para pelaku IKM fesyen dan kriya dapat menghasilkan desain produk yang lebih baik dengan memperhatikan aspek sustainability (keberlanjutan), service, safety, quality, cost, delivery, morale, productivity, dan environment,” ungkap Menperin saat Acara Ground Breaking Pembangunan Gedung Perkantoran BPIFK di Bali, Jumat (13/12).
Demi meningkatkan kinerja BPIFK dalam pengembangan potensi IKM fesyen dan kriya nasional, Kementerian Perindustrian membangun gedung baru BPIFK di Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Menperin berharap gedung perkantoran serta sarana dan prasarana BPIFK yang baru nantinya dapat memberikan manfaat optimal bagi kinerja seluruh pegawai dan ekosistem IKM kriya dan fesyen.
“Diharapkan gedung perkantoran BPIFK yang baru dapat memberikan manfaat optimal dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, co-working space yang bersahabat, workshop yang nyaman sehingga dapat mendukung kreativitas maupun inovasi dalam pengembangan produk dan bisnis fesyen dan kriya,” ucap Agus.
Terlebih lagi, di tengah persaingan global yang semakin ketat, pelaku industri perlu terus menggali dan memanfaatkan peluang yang ada, salah satunya di bidang industri halal yaitu produk fesyen Muslim. “Saya ingin BPIFK dapat memaksimalkan peranannya sebagai showcase yang menarik untuk memasarkan produk-produk unggulan hasil IKM Indonesia, khususnya ke pasar global,” tutur Menperin.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka Reni Yanita meyakini, pembangunan gedung baru BPIFK akan menunjang tugas dan fungsi BPFIK dalam meningkatkan inovasi dan kreativitas produk fesyen dan kriya agar mampu bersaing di pasar nasional dan internasional. “Maka BPIFK perlu untuk berdiri secara mandiri sehingga dapat menopang peran strategis tersebut,” kata Dirjen IKMA.
Dirjen IKMA menyampaikan, pendirian BPIFK bermula dari program kegiatan BCIC berupa Inkubator Bisnis Kreatif, Kompetisi Desain IFCA, dan Pengembangan Desain Produk Sentra melalui Design Lab sebagai bentuk komitmen Ditjen IKMA dalam pengembangan industri kreatif fesyen dan kriya. Menurut Reni, sejarah berdirinya BPIFK tidak terlepas dari potensi ekonomi kreatif Indonesia yang besar.
Berdasarkan Sensus Ekonomi Kreatif, nilai tambah ekonomi kreatif pada tahun 2010 senilai Rp526,96 triliun. Sementara itu, pada tahun 2023 nilai itu tumbuh menjadi Rp1.414,8 triliun, dengan tiga subsektor yang mendominasi adalah kuliner, fesyen dan kriya. “Hal ini membuktikan bahwa subsektor fesyen dan kriya memiliki potensi yang cukup besar untuk terus didorong pertumbuhannya,” tutur Reni.
Oleh sebab itu, pada tahun 2022 Ditjen IKMA mengusulkan kelembagaan BPIFK kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pada tahun yang sama Pemerintah Provinsi Bali memberikan Surat Dukungan Pendirian BPIFK di Bali. Tahun lalu, Kementerian PAN & RB mengeluarkan Surat Persetujuan pembentukan UPT BPIFK di lingkungan Ditjen IKMA. “Organisasi dan Tata Kerja BPIFK diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 2 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT di Lingkungan Ditjen IKMA,” jelas Reni.
BPIFK akan berperan sebagai wadah bagi pelaku IKM fesyen dan kriya dalam memperkuat ekosistem kewirausahaan di Indonesia, melalui aspek create, connect, dan catalyze. Dalam aspek create, BPIFK diharapkan menjadi creative hub bagi pelaku IKM fesyen dan kriya untuk belajar atau mengasah kemampuan soft skill dan hard skill. Sementara itu dalam aspek connect, BPIFK menjadi creative hub yang menghubungkan beragam stakeholder dalam bentuk informasi yang dibutuhkan oleh pelaku IKM fesyen dan kriya dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.
“BPIFK bisa menjadi penyedia informasi tren desain, tren pasar, penyedia bahan baku, akses pasar, dan akses pembiayaan. Sedangkan dalam aspek catalyze, BPIFK memiliki fungsi sebagai akselerator, yaitu sebagai booster atau pendorong bagi pertumbuhan dan perkembangan bisnis pelaku IKM fesyen dan kriya agar dapat naik kelas, di antaranya dengan fasilitasi business matching dan temu investor,” jelas Reni.
Hingga Desember 2024, program inkubator bisnis kreatif BPIFK tercatat telah mendampingi 325 wirausaha fesyen dan kriya, yang tersebar di lebih dari 29 provinsi dan lebih dari 70 kabupaten/kota di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lebih dari 20 IKM bahkan telah berhasil meningkatkan penjualan, kapasitas produksi, dan jumlah tenaga kerja. IKM tersebut antara lain Seminyak Leather dari Kabupaten Badung, the A Castor dari Kabupaten Gianyar, Tenun Tinizhop dari Kabupaten Klungkung, Enigma Art Textile dari Kota Denpasar, dan Suwari Loka dari Kabupaten Tabanan.
“BPIFK juga telah melakukan rangkaian workshop business model canvas dan workshop pembuatan produk kreatif di lima kabupaten/kota di Provinsi Bali yang dihadiri lebih dari 200 pelaku IKM,” tutur Dirjen IKMA.
Oleh sebab itu, Dirjen IKMA menyatakan inilah saat yang tepat untuk membangun gedung baru BPIFK agar pelaksanaan program dan kegiatannya semakin lancar. Selain berupa gedung perkantoran, gedung baru BPIFK dengan total luas bangunan sekitar 3.820 meter persegi akan dilengkapi sarana workshop fesyen dan kriya, serta asrama. Rencananya pembangunan gedung akan dilakukan secara kontrak tahun jamak dengan estimasi waktu pekerjaan kurang lebih 13 bulan.
Pembangunan gedung ini mengusung konsep green building dengan desain kearifan lokal, sesuai dengan semangat yang terus digaungkan oleh Kementerian Perindustrian yaitu menyuarakan industri hijau sekaligus peningkatan produk dalam negeri. Konsep bangunan hijau dalam pembangunan gedung baru BPIFK ini terlihat dari pemanfaatan energi surya melalui penggunaan solar panel sebagai salah satu sumber energi untuk pencahayaan di dalam area gedung perkantoran.
Dirjen IKMA menegaskan, Kementerian Perindustrian tentunya berkomitmen menggunakan produk dalam negeri dalam pekerjaan pembangunan gedung BPIFK tersebut. Beberapa produk industri kecil yang digunakan untuk pekerjaan ini merupakan produk lokal yang telah tersertifikasi TKDN untuk Industri Kecil, seperti paving block, patung, ornamen atap khas Bali yaitu kut celedu dan lukisan kamasan (perwayangan). “Kami mengapresiasi kegiatan pembangunan ini yang mampu menyerap Produk Dalam Negeri (PDN) sebesar 96,93% dengan total perhitungan nilai TKDN dalam proyek ini mencapai 58,36%,” ungkap Reni.