WARTA INDONESIA – Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) secara resmi telah memberhentikan Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum masa bakti 2020-2025.
Posisi Suharso kini digantikan oleh Muhammad Mardiono yang sebelumnya menjabat Ketua Majelis Pertimbangan PPP.
Penunjukan Mardiono sebagai Plt. Ketum PPP ditetapkan dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) yang digelar pada 4-5 September lalu di Serang, Banten.
Keputusan Mahkamah Partai untuk mencopot Suharso berdasarkan usulan tiga Pimpinan Majelis. Masing-masing yakni Majelis Syariah, Majelis Kehormatan, dan Majelis Pertimbangan.
“Mahkamah Partai melakukan rapat dan mengeluarkan Pendapat Mahkamah Partai, bahwa menyepakati usulan 3 Pimpinan Majelis untuk memberhentikan Saudara Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum DPP PPP masa bakti 2020-2025,” ujar Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan DPP PPP, Usman M. Tokan dalam keterangannya, Minggu (4/9).
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyebut usulan pemberhentian Suharso telah disepakati 30 dari total 34 Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) PPP dalam Mukernas. Sedangkan, sisa empat DPW yang tidak hadir, menurut Arsul karena tidak mendapat tiket pesawat.
Arsul mengungkap dorongan untuk konsolidasi partai menjadi alasan kuat pencopotan Suharso. Keinginan itu belakangan diperkuat oleh pernyataan Suharso soal amplop kiai yang memicu kontroversi sejumlah pihak di internal partai.
Dalam acara pembekalan antikorupsi di KPK pertengahan Agustus lalu, Suharso bercerita pengalaman pribadinya yang sempat ditanya soal amplop untuk kiai usai berkunjung ke salah satu pondok pesantren di Jawa Timur.
Dia menyebut bahwa amplop kiai merupakan awal dari tindak pidana korupsi.
“Waktu saya Plt. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya, saya minta didoain kemudian saya jalan. Tak lama kemudian saya dapat pesan di WhatsApp, Pak Plt, tadi ninggalin apa nggak untuk kiai?” kata Suharso.
Namun demikian, Arsul membantah insiden itu menjadi satu-satunya pemicu pemberhentian Suharso. Menurut dia, keinginan sejumlah kader agar dilakukan reorganisasi sudah disampaikan jauh hari sebelumnya melalui sejumlah demonstrasi.
“Tapi saya kira yang diputuskan tadi malam di Mukernas itu, bukan ya, bukan bagi saya, itu titik kulminasi atau puncak dari katakanlah riak-riak dari Majelis dengan Pak Suharso,” kata Arsul.