Presiden Joko Widodo memberikan sejumlah arahan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Tahun 2021 yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Senin, 22 Februari 2021. Dalam arahannya, setidaknya ada enam hal yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo terkait upaya pengendalian karhutla.
Pertama, Presiden meminta agar upaya pencegahan diprioritaskan. Prioritas pencegahan jangan sampai terlambat karena jika sudah terlambat, upaya pemadaman akan jauh lebih sulit untuk dilakukan.
“Manajemen lapangan harus terkonsolidasi dan terorganisasi. Artinya, di desa itu kalau ada api kecil itu sudah harus memberitahukan agar segera bisa tertangani di depan. Bukan sudah terlanjur besar baru ketahuan, sulit memadamkan,” ujarnya.
Di samping itu, semua unsur harus bergerak untuk melakukan deteksi dini sekaligus melakukan pemantauan di area-area yang rawan titik panas (hotspot). Presiden juga meminta jajaran di bawah untuk selalu memperbarui informasi terkait kondisi di lapangan dengan memanfaatkan teknologi terkini.
“Manfaatkan teknologi untuk monitoring ini dan pengawasan dengan sistem dasbor. Hati-hati, begitu kebakaran meluas itu kerugian tidak hanya juta atau miliar, saya pastikan larinya pasti ke angka triliun. Belum kerusakan ekologi ekosistem kita,” tegasnya.
Kedua, infrastruktur pemantauan dan pengawasan harus sampai tingkat bawah. Presiden memberi contoh aplikasi teknologi yang dimiliki oleh Polda Riau yang pernah ditinjaunya pada saat kunjungan kerja ke Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, 20 Februari 2020 lalu.
Selain dari sisi teknologi, Presiden juga meminta agar unsur pemerintahan serta TNI dan Polri di bawah yaitu Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan kepala desa turut dilibatkan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan ini. Tak hanya itu, upaya pemberian edukasi yang terus menerus juga perlu terus dilakukan.
“Berikan edukasi yang terus menerus kepada masyarakat, perusahaan, korporasi, terutama di daerah dengan kecenderungan peningkatan hotspot. Ajak tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk ikut menjelaskan kepada masyarakat akan bahaya kebakaran hutan dan lahan bagi kesehatan dan juga dampak ekonomi yang tidak kecil,” jelasnya.
Ketiga, semua pihak harus mencari solusi yang permanen untuk mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan ini untuk tahun-tahun mendatang. Menurut Presiden, 99 persen kebakaran hutan itu adalah ulah manusia, baik itu yang disengaja maupun yang tidak disengaja karena kelalaian.
“Motif utamanya selalu satu, ekonomi. Karena saya tahu bahwa pembersihan lahan lewat pembakaran itu adalah cara yang paling murah. Tetapi ini sudah sekali lagi, harus dimulai edukasi kepada masyarakat, perusahaan, korporasi. Ini harus ditata ulang kembali. Cari solusi agar korporasi dan masyarakat membuka lahannya tidak dengan cara membakar,” imbuhnya.
Keempat, Presiden meminta agar penataan ekosistem gambut dalam kawasan hidrologi gambut harus terus dilanjutkan. Terkait hal ini, Presiden telah memerintahkan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove untuk fokus di kawasan hidrologi gambut.
“Pastikan permukaan air tanah tetap terjaga dalam kondisi yang tinggi. Buat banyak embung, buat banyak kanal, buat sumur bor, dengan berbagai teknik pembasahan lainnya sehingga yang namanya lahan gambut tetap basah,” tambahnya.
Kelima, Presiden kembali menekankan pentingnya untuk tidak membiarkan api membesar sehingga sulit dikendalikan. Untuk itu, seluruh unsur pemerintah di daerah baik gubernur, bupati, wali kota, maupun unsur TNI-Polri baik pangdam, danrem, dandim, kapolda, hingga kapolres, harus tanggap dalam menyikapi hal tersebut.
“Ini sebetulnya hanya respons yang cepat saja. Kalau kita merespons api baru kecil, rampung. Jika diperlukan lakukan pemadaman melalui operasi udara water bombing. Ini sudah sering kita lakukan, tapi kalau bisa jangan sampai. Kecil langsung siram sudah mati, di darat saja. Karena water bombing ini juga butuh duit gede, anggaran yang gede. Tapi kalau sudah terlambat, mau tidak mau kita juga pakai itu,” ungkapnya.
Keenam, Kepala Negara meminta agar langkah penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi. Penegakan hukum yang tegas terhadap siapapun yang melakukan pembakaran hutan dan lahan, baik itu di konsesi milik korporasi, milik perusahaan, maupun di masyarakat sehingga timbul efek jera.
“Terapkan sanksi yang tegas bagi pembakar hutan dan lahan, baik sanksi administrasi, perdata, maupun pidana,” tegasnya.
“Jangan sampai kita ini malu di ASEAN Summit, pertemuan negara-negara ASEAN, ada 1, 2, 3 negara yang membicarakan ini. Dalam lima tahun ini sudah enggak ada, jangan sampai dibuat ada lagi. Saya titip itu, malu kita. Dipikir kita enggak bisa menyelesaikan masalah ini. Bisa. Tadi sudah disampaikan Pak Menko Polhukam sudah turun 88 persen. Kalau bisa ditingkatkan lagi dari angka itu,” tandasnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. dalam laporannya menyebut telah terjadi penurunan karhutla secara signifikan pada tahun 2020. Pada tahun 2019 tercatat luas kebakaran yang cukup tinggi dibandingkan tahun 2016, 2017, dan 2018, yakni seluas 1.592.010 hektare. Meskipun ini masih jauh lebih kecil jika dibandingkan luas kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 yang mencapai 2,61 juta hektare.
“Pada tahun 2020, luas kebakaran hutan dan lahan tercatat hanya 296.942 hektare. Menurun sangat signifikan jika dibandingkan tahun 2019, artinya (menurun) 82 persen. Jika dibandingkan dengan kebakaran hutan tahun 2015 berarti menurun sebesar 88,63 persen,” kata Mahfud.