MINGGU ini kita banyak mendapatkan pemberitaan tentang lock-down. Bahkan ketika pemerintah daerah meliburkan sekolah-sekolah dan kampus sepanjang 14 hari media menyebutnya demikian. Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegas mengatakan bahwa kebijakan lock-down hanya boleh dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Di Jakarta misalnya menerapkan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi menggantinya dengan kendaraan umum, akan tetapi justru operasional rute Trans Jakarta dibatasi, alih-alih mengurangi kerumunan, malah menyebabkan kerumunan yang mengular. Alhasil, Gubernur Jakarta, Anis Baswedan akhirnya meninjau kembali keputusan tersebut.
Belum lama ini, saya diundang berdiskusi dengan sejumlah aktivisi muda Nahdlatul Ulama (NU) di wilayah Banten, tepatnya di Pondok Pesantren Bismillah, Kabupaten Serang. Dalam diskusi itu menyimpulkan sementara maraknya corona virus merupakan lanjutan dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) vs Cina pasca-kegagalannya dalam perang digital antara 4G dan 5G, dan perang dagang mengatasnamakan agama. Kami menyebutnya “perang virus.”
Ada tukilan sejarah tentang perang virus ini di era 1950-1953, dimana pada medio itu angkatan darat AS diduga menyerang wilayah Korea Utara dan Cina menggunakan senjata biologis. Hal ini diungkapkan kali pertama oleh pihak Korea Utara pada Mei, 1951. (Hendrajit, Artikel: Sejarah Kelam AS: Menggunakan Senjata Biologis Terhadap Korea Utara dan Cina dalam Perang Korea 1950-1953, 2020).
Dalam artikel tersebut, Hendrajit menuliskan bahwa selain Korea Utara, Cina juga sempat melaporkan bahwa pihaknya memergoki sejumlah pesawat tempur AS menebarkan tabung yang berisi serangga dan tikus. Belakangan diketahui, bahwa pada tahun tersebut merebak wabah pes dan demam berdarah di sejumlah wilayah di Korea Utara dan Cina. Sinyalemen itu segera ditindaklanjuti oleh International Scientific Commission (ISC) untuk melakukan investigasi di sejumlah wilayah dua negara tersebut. Mereka juga mencium adanya operasi militer AS menyebar wabah pes lewat udara. Bisa jadi sejarah ini yang membuat Presiden Korea Utara Kim Jong-un memerintahkan tembak mati yang terjangkit virus covid-19 ini sebagaimana banyak media memberitakan.
Tuduhan Korea Utara dan Cina terhadap penyebaran pes dibantah oleh Presiden AS saat itu Harry Trauman. Harry dan sejumlah pejabat tinggi AS balik menuduh bahwa para anggota ISC adalah agen-agen komunis dan propaganda yang dibentuk oleh Korea Utara dan Cina.
Pada 1983, seorang wartawan AS John W. Powell menurunkan laporan investigasinya di majalah Monthly Review yang terbit di Shanghai, Cina, menyebutkan bahwa angkatan darat Jepang melakukan riset rahasia senjata biologis di bawah unit yang disebut unit 731 yang dikomandoi Jenderal Shiro Ishii. Percobaan virus tersebut membunuh para tahanan perang tentara Jepang yang dijadikan kelinci percobaan.
Belakangan Powell juga melaporkan setidaknya tercatat ada 400 ribuan petani dari Cina, Siberia dan Manchuria mati akibat penyakit menular yang diduga dari tabung berisi serangga dan tikus yang dilontarkan pesawat tempur angkatan udara Jepang. Akibat laporan investigasinya, Powell sempat diadili oleh pengadilan federal dengan tuduhan simpati kepada komunis.
Penyebaran corona virus juga rada mirip dengan kejadian AS membombardir jantung Jepang, Hiroshima dan Nagasaki dengan menggunakan bom atom. Sedangkan corona virus langsung menyerang jantung Cina, di sebuah kota administratif bernama Wuhan. (M. Arif Pranoto dalam artikelnya: Bagaimana Memilih dan Menyerang Titik Paling Kritis di Sebuah Sistem, 2020) Arif menjelaskan dalam artikel tersebut, Hiroshima dan Nagasaki adalah serangan dari sisi eksternal atas Jepang, sedangkan corona virus serangan melalui sisi dalam atau internal Cina.
Corona virus juga menyentuh wilayah digital. Kominfo belum lama ini merilis laporan tentang hoaks mengenai corona virus setebal 200 lembar lebih. Hoaks ini sudah pasti adalah untuk menciptakan ketegangan, kepanikan di masyarakat. Untuk itu Kominfo meminta kepada masyarakat agar memverifikasi betul informasi terkait corona virus di Indonesia ini.
Dalam teori ekonomi manapun, kepanikan masyarakat bisa memicu inflasi agar terdongkrak naik, ujungnya bisa menjadi masalah keamanan suatu negara. Meski sebenarnya corona virus sudah menjadi keamanan negara. Badan Intelijen Negara (BIN) belum lama ini juga mengumumkan bahwa puncak corona virus diprediksi akan terjadi pada bulan puasa (April 2020). Informasi ini justru dikhawatirkan lebih memicu kepanikan di tingkat masyarakat.
Sebuah perusahaan global cyber security, Kespersky merilis temuannya bahwa perusahaan tersebut menemukan file berbahaya dalam bentuk file pdf, mp4, docs yang memuat seputar corona virus. Isi dari file-file tersebut dominan mengenai bagaimana cara melindungi diri dari virus, prosedur deteksi virus dan seputar ancaman virus.
“Kenyataannya, file-file tersebut berisikan ancaman dari Trojan ke worm yang mampu menghancurkan, memodifikasi-menyalin data, memblokir, mengganggu pengoperasioan dan jaringan komputer.” Informasi mengenai corona virus dijadikan umpan oleh para pelaku kejahatan siber dengan memberikan informasi palsu tentang corona virus. (Rusman, Artikel: Kaspersky: Virus Corona Mulai Mengganggu Ranah Keamanan Siber, 2020).
Corona virus sendiri tampaknya semakin memicu seteru antara AS dan Cina. Presiden AS Donald Trump menyebut corona virus sebagai made in Cina. Dituduh demikian, Cina balik mengancam. Bahkan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Mike Pompeo menyebutnya corona virus Wuhan.
Sinyalemen masih memanasnya dua negara itu terlihat sejak 30 Januari 2020. Direktur WHO diduga mendapat tekanan atas kepentingan ekonomi AS. AS meminta kepada WHO menyatakan darurat global dan pendemi corona virus, meski baru tercatat 150 kasus terkonfirmasi. Operasi media menurunkan berita, Cina adalah pihak yang dianggap bertanggungjawab atas penyebaran corona virus ke seluruh dunia. (Sudarto Murtaufiq, Artikel: Virus Corona COVID-19, Buatan Cina atau Buatan AS?, 2020).
Esoknya, 31 Januari 2020, Presiden Trump kembali mengumumkan bahwa AS menolak masuk warga negara Cina maupun warga asing lainnya yang telah melakukan perjalanan di Cina dalam kurun waktu 14 hari terakhir. Pernyataan Trump memicu krisis sektor penerbangan (transportasi), pariwisata, pengangkutan dan pengiriman di sejumlah negara. Klimaksnya, persepsi corona virus made in Cina ini memicu aksi melawan etnis Cina di seluruh Barat, bahkan di Indonesia sendiri.
Yang terbaru, 11 Maret 2020, Trump langsung memberlakukan larangan 30 hari terhadap orang-orang Eropa untuk masuk ke AS melalui penangguhan perjalanan udara dengan Uni Eropa, terkecuali Inggris tidak masuk dalam larangan ini. (Sudarto Murtaufiq, Artikel: Virus Corona COVID-19, Buatan Cina atau Buatan AS?, 2020). Artinya apa? Menurut artikel Sudarto tersebut, AS masih terus melancarkan perang ekonomi melawan Eropa Barat dengan memanfaatkan corona virus sebagai pembenaran. Sejumlah negara-negara Eropa dikooptasi. Ambil contoh Italia yang telah memberlakukan lock-down.
Nah, jadi memang harus hati-hati menerapkan lock-down. Ketika covid-19 tercatat baru 117 yang terkonfirmasi, di lain sisi demam berdarah sudah mencapai 14.000 ribuan lebih. Pertanyaan kemudian mana yang pendemi? Jadi, jangan panik, semoga segera kembali pada aktivitas normal.
Penulis: Sonny Majid, Pengkaji Ekopol, Dosen di Universitas Pamulang.
Foto: Dok.radartegal.