Beruntung Indonesia Tidak Lockdown

Jakarta– Sebelumnya ramai diperbincangkan tentang wacana lockdown, meski akhirnya pemerintah tidak memberlakukan status tersebut. Padahal media ikut serta menggiring opini yang berujung pada pro-kontra dan memicu keresahan di masyarakat. Terlepas dari itu, corona menguatkan dalih sejumlah lembaga keuangan global dan para pemburu rente menjebak masyarakat dunia ke dalam lingkaran pengangguran massal, kebangkrutan hingga keputusasaan.

“Narasi lockdown tak lain adalah pemberangusan samar atas kebebasan sipil akan hak untuk hidup,” jelas Sudarto Murtaufiq, peneliti senior Global Future Institute dalam sebuah artikelnya dikutip Rabu (8/4). Sudarto menyebutnya sebagai perang terhadap kemanusiaan.

Drama corona menurutnya, akan membunuh modal kecil dan menengah, sementara yang modal besar akan terus berlaku. Modal besar akan terkonsentrasi pada perusahaan media dan farmasi yang sekarang beroperasi. Di saat yang sama, organisasi kesehatan internasional -WHO mengumumkan darurat kesehatan global. Menurutnya, justru yang dipertaruhkan dalam krisis pendemi ini adalah mekanisme perang ekonomi dengan pondasi kepanikan, intimidasi, ketakutan.

Kita perlu belajar dari krisis akibat pendemi yang terjadi di kawasan Amerika Latin dan Afrika, bahkan baru-baru ini di India yang baru 21 hari menetapkan status lockdown justru memicu gelombang kelaparan dan keputusasaan jutaan pekerja migran. Demikian halnya di Italia, industri pariwisata jeblok mengakibatkan kebangkrutan dan bertambahnya jumlah pengangguran.

“Keadaan darurat WHO yang diumumkan 30 Januari dimana ada 150 kasus yang dikonfirmasi di luar Cina, itulah the big lie, kebohongan besar,” ujar Sudarto dalam artikelnya. Ia menyebut cara kerja mereka cukup simpel, menyebarluaskan berita bohong melalui media massa, hingga kebohongan tersebut dianggap menjadi sebuah kebenaran, tambah Sudarto.

Ironisnya, pengumuman darurat global oleh WHO entah kenapa masih bertepatan perang dagang Amerika Serikat dengan China. Perang dagang kedua negara tersebut memicu ketidakstabilan keuangan di pasar saham dunia. (Dg)

Exit mobile version